Selamat datang, para pembaca Inkarnasi Kata! Dalam artikel kali ini, kami akan membagikan informasi menarik tentang kuliner tradisional asal pulau Sumatera, yaitu tempoyak. Mari kita selami lebih lanjut mengenai kelezatan kuliner yang satu ini bersama-sama.
Tempoyak, makanan khas pulau Sumatera. (sumber: www.wikipedia.com)
Tempoyak adalah makanan khas etnis Melayu yang berasal dari pulau Sumatra dan Kalimantan. Makanan ini terbuat dari durian yang telah mengalami proses fermentasi, memberikan cita rasa asam khas akibat fermentasi daging buah durian. Tempoyak biasanya dihidangkan sebagai lauk yang dicampur dengan sambal saat menikmati nasi, dan juga digunakan sebagai bumbu dalam masakan.
Makanan ini cukup dikenal di Indonesia, terutama di pulau Sumatra dan Kalimantan. Beberapa daerah seperti Jambi terkenal dengan gulai tempoyak yang terbuat dari campuran ikan patin dan ikan baung, sambal tempoyak, dan brengkes tempoyak. Di Sumatera Selatan, tempoyak lebih sering digunakan dalam campuran daging ayam dan juga dalam hidangan brengkes ikan dengan menggunakan ikan patin. Di Bengkulu, tempoyak seringkali digunakan dalam hidangan dengan campuran udang yang memiliki tekstur yang sangat lembut. Sementara di Lampung, tempoyak menjadi salah satu bahan dalam hidangan seruit atau campuran untuk sambal.
Selain itu, tempoyak telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) di Indonesia. Pada tahun 2011, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya mencatat tempoyak sebagai WBTB yang berasal dari provinsi Jambi. Pada tahun 2019, tempoyak juga dicatat sebagai WBTB dari Sumatera Selatan bersamaan dengan Tanjak. Ini menunjukkan pentingnya tempoyak sebagai bagian dari warisan budaya kuliner Indonesia yang kaya dan beragam.
Sejarah
Sejarah Tempoyak erat kaitannya dengan sejarah proses fermentasi di wilayah Nusantara. Masyarakat Melayu telah mengenal teknik fermentasi sejak zaman nenek moyang mereka, terutama karena melimpahnya buah durian yang memicu pemikiran untuk mengolah makanan agar bisa bertahan lama. Inilah yang mendasari penciptaan Tempoyak, dengan cara menyimpan durian dalam guci atau wadah yang rapat selama kurang lebih 7 hari. Budaya fermentasi makanan telah menjadi bagian dari tradisi orang Melayu sejak dahulu.
Kerajaan Melayu, yang berpusat di Jambi pada abad ke-14, juga memainkan peran penting dalam penyebaran makanan tradisional Tempoyak ke berbagai daerah. Ini terjadi melalui proses migrasi masyarakat Melayu, khususnya ke kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Melayu, yang membawa serta budaya kuliner Tempoyak mereka.
Cara Pembuatan
Untuk membuat adonan Tempoyak, langkah pertama adalah menyiapkan daging durian, baik itu durian lokal atau durian monthong (meskipun kurang disarankan karena memiliki tingkat gas dan air yang tinggi). Dalam pemilihan durian, yang terbaik adalah yang sudah matang dan biasanya sudah tampak lebih berair. Kemudian, daging durian dipisahkan dari bijinya dan diberi sedikit garam. Proses ini dapat dipercepat dengan menambahkan cabe rawit. Penting untuk diingat bahwa proses fermentasi tidak boleh terlalu lama, karena dapat memengaruhi rasa akhir Tempoyak.
Setelah langkah di atas selesai, adonan Tempoyak disimpan dalam wadah yang kedap udara. Idealnya, penyimpanan dilakukan pada suhu ruangan, meskipun ada juga yang memilih untuk menyimpannya di dalam kulkas, walaupun fermentasinya akan berlangsung lebih lambat dalam kondisi tersebut.
Tempoyak yang telah difermentasi selama 3-5 hari cocok digunakan untuk membuat sambal, karena sudah memiliki rasa asam dan tetap mempertahankan sedikit rasa manis. Sambal Tempoyak biasanya disajikan dengan berbagai jenis ikan seperti ikan teri, ikan mas, ikan mujair, ikan patin, dan lain sebagainya. Tempoyak sering dinikmati bersama dengan lalapan seperti petai, kabau, atau jengkol.
Terkait dengan artikel kuliner ini, jika Anda ingin menikmati tempoyak, Anda dapat mengunjungi penjual tempoyak lokal di daerah Anda atau mencoba membuatnya sendiri dengan berbagai resep yang tersedia. Sampai jumpa di artikel kuliner berikutnya!