Kertas adalah bahan tipis yang dihasilkan melalui proses kompresi serat, yang umumnya berasal dari pulp. Serat yang digunakan dalam pembuatan kertas biasanya bersumber dari bahan alami yang mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media utama untuk menulis, mencetak, melukis, dan memiliki berbagai penggunaan lainnya, termasuk pembuatan tisu untuk keperluan makanan, kebersihan, dan keperluan toilet.
Penemuan kertas telah membawa dampak revolusioner pada dunia tulis-menulis dan telah menghasilkan perubahan besar dalam peradaban manusia. Sebelum adanya kertas, berbagai peradaban dunia menggunakan media lain untuk menulis dan mencatat informasi, seperti loh yang terbuat dari lempung yang dibakar, batu, kayu, bambu, kulit, tulang binatang, sutra, dan bahkan daun lontar yang dirangkai, seperti yang dapat ditemukan dalam naskah-naskah kuno Nusantara dan peradaban lainnya dari berbagai abad lampau.
Sejarah
Mesir
Papirus adalah media tulis-menulis yang digunakan oleh peradaban Mesir Kuno. Penggunaan papirus ini muncul selama masa firaun dan kemudian menyebar dari Mesir Kuno ke seluruh Timur Tengah. Penggunaan papirus juga mencapai wilayah Romawi di sekitar Laut Tengah dan menyebar ke seluruh Eropa, walaupun penggunaannya dianggap mahal. Dalam beberapa bahasa seperti bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, dan bahasa Spanyol, istilah "paper" berasal dari kata "papirus", yang berarti kertas.
Sejarah kertas juga terkait erat dengan peradaban Tiongkok, di mana Tsai Lun dikenal sebagai penemu kertas pada tahun 101 Masehi. Kertas pertama kali dibuat dari bahan bambu yang melimpah di seluruh Tiongkok. Penemuan ini kemudian menyebar ke Jepang dan Korea, mengikuti penyebaran peradaban Tiongkok di Timur. Meskipun pada awalnya pembuatan kertas merupakan rahasia perdagangan, teknik ini akhirnya tersebar ke dunia luar.
Pada masa Abbasiyah, orang-orang Arab mulai memproduksi kertas setelah memperoleh pengetahuan ini, terutama setelah Pertempuran Talas pada tahun 751 Masehi, ketika tawanan perang dari Dinasti Tang mengajarkan cara membuat kertas kepada orang-orang Arab. Pusat-pusat industri kertas kemudian muncul di Bagdad, Samarkand, dan kota-kota industri lainnya. Kemudian, pengetahuan tentang pembuatan kertas menyebar ke Italia dan India, serta ke Eropa setelah Perang Salib dan penaklukan Grenada dari bangsa Moor oleh orang-orang Spanyol. Dari sini, teknik pembuatan kertas menyebar ke seluruh dunia.
Tiongkok
Dalam perkembangan sejarah, orang Tiongkok kuno menemukan bahan yang mirip dengan kertas, yang disebut bo, yang terbuat dari sutra melalui proses penggulungan. Namun, produksi bo sangatlah mahal karena keterbatasan bahan baku.
Pada awal abad kedua, seorang pejabat pengadilan bernama Cai Lun berhasil menemukan jenis kertas baru yang terbuat dari bahan seperti kulit kayu, kain, batang gandum, dan bahan lainnya. Kertas jenis baru ini relatif lebih terjangkau, ringan, tipis, tahan lama, dan lebih cocok untuk digunakan dengan kuas.
Pada awal abad ketiga, teknik pembuatan kertas pertama ini menyebar ke wilayah Korea dan kemudian mencapai Jepang. Jenis kertas ini kemudian mencapai dunia Arab selama masa Dinasti Tang di Tiongkok dan mulai menyebar ke Eropa pada abad ke-12.
Pada abad ke-16, kertas mencapai wilayah Amerika dan secara bertahap menyebar ke seluruh dunia.
Indonesia
Di Indonesia, kertas pertama kali diproduksi di Wengker atau Ponorogo pada abad ke-7. Kertas ini dibuat dari kayu lokal dan digunakan oleh para biksu yang mempelajari agama Buddha di kerajaan Sriwijaya dan Mataram Kuno karena cocok dengan iklim tropis di daerah tersebut. Namun, meskipun mereka memproduksi kertas, catatan-catatan sejarah pada saat itu lebih sering ditulis pada lempengan tembaga, seperti temuan abad ke-9 di Desa Taji yang berkaitan dengan peristiwa keagamaan Buddha.
Kertas buatan Ponorogo juga digunakan sebagai media untuk melukis wayang beber, yang merupakan nenek moyang dari seni wayang kulit dan bahan utama Damar Kurung pada masa Majapahit. Ketika Islam berkembang di Indonesia, kertas buatan Ponorogo digunakan untuk membuat Balon Lebaran Ponorogo dalam perayaan Idul Fitri, yang sebelumnya juga digunakan dalam perayaan agama Buddha di Ponorogo sejak abad ke-7. Selain itu, kertas Ponorogo digunakan untuk menulis kitab suci Al-Qur'an di Pesantren Tegalsari yang diasuh oleh Kyai Ageng Hasan Besari.
Proses Pembuatan
Pada tahun 1799, seorang Prancis bernama Nicholas Louis Robert menemukan proses untuk membuat lembaran kertas dalam satu wire screen yang bergerak. Melalui serangkaian perbaikan, alat ini akhirnya dikenal sebagai mesin Fourdrinier. Penemuan mesin silinder oleh John Dickinson pada tahun 1809 mengakibatkan peningkatan penggunaan mesin Fourdrinier dalam pembuatan kertas tipis. Pada tahun 1826, mesin silinder pertama kali digunakan untuk pengeringan, dan pada tahun 1927, Amerika Serikat mulai menggunakan mesin Fourdrinier.
Peningkatan produksi berkat mesin Fourdrinier dan mesin silinder menyebabkan meningkatnya permintaan akan bahan baku, terutama kain bekas yang semakin langka. Pada tahun 1814, Friedrich Gottlob Keller menemukan proses mekanik untuk membuat pulp kayu, meskipun kualitas kertas yang dihasilkan masih rendah. Sekitar tahun 1853-1854, Charles Watt dan Hugh Burgess mengembangkan proses soda untuk pembuatan kertas. Tahun 1857, seorang kimiawan Amerika, Benjamin Chew Tilghman, memperoleh British Patent untuk proses sulfit. Pulp yang dihasilkan dari proses sulfit ini memiliki kualitas baik dan dapat dikepulkan. Proses kraft, yang sering disebut proses sulfat karena penggunaan Na2SO4 dalam reaksi kimianya, pertama kali dikembangkan oleh Carl Dahl pada tahun 1884 di Danzig.