Monumen Perjuangan Rakyat. (sumber: sumselkita.com)
Masih seputar kawasan Benteng Kuto Besak Palembang, kali ini kita akan membahas salah satu monumen yang sering menjadi destinasi wisata dan destinasi edukasi seputar perjuangan kemerdekaan, yaitu Monumen Amanat Penderitaan Rakyat (Monpera). Monumen ini terletak di persimpangan antara Jl. Sudirman dan Jl. Merdeka, berdekatan dengan Kantor Pos Besar Jl. Merdeka, serta berada di belakang Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Mari kita bahas sejarah dan koleksi yang ada di dalamnya.
Sejarah Pembangunan
Sejarah pembangunan Museum Monpera berawal dari inisiatif untuk mendirikan sebuah monumen peringatan perjuangan kemerdekaan di Palembang. Ide ini pertama kali muncul dari para sesepuh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Sumatera Selatan yang tergabung dalam Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Pada tanggal 2 Agustus 1970, inisiatif ini disampaikan dalam rapat LVRI. Setelah melalui berbagai tahapan, pada tanggal 17 Agustus 1975, diadakan upacara peletakan batu pertama untuk memulai pembangunan monumen ini.
Proses pembangunan Museum Monpera kemudian dimulai pada tahun 1980 dan berlangsung hingga 1988 secara bertahap, dengan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Tingkat I Sumatera Selatan. Puncaknya, pada tanggal 23 Februari 1988, Museum Monpera diresmikan oleh Menko Kesra H. Alamsyah Ratu Prawiranegara.
Museum Monpera memiliki tujuan utama untuk memperingati serangan Agresi Militer Belanda II. Saat itu, Belanda mengepung Kota Palembang dengan mengerahkan tank dan artileri, menembaki pejuang nasionalis, serta menjatuhkan bom dan granat selama lima hari lima malam. Fungsi dari Museum Monpera tertuang jelas di dinding monumen, tepat di bawah patung Garuda. Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa museum ini memiliki peran dalam menggali kembali kesadaran sejarah perjuangan dalam mencapai kemerdekaan nasional, mengingatkan tentang aktivitas perjuangan sebagai hikmah, serta menghormati jasa-jasa para pahlawan bangsa agar menjadi contoh bagi generasi penerus dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan membangun negara.
Arsitektur Bangunan
Museum Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) memiliki luas tanah sekitar 23.565 m², dengan luas bangunan mencapai 3.926,4 m². Di luar dinding monumen, terdapat patung Garuda berukuran besar, yang di bawahnya terdapat tulisan yang menjelaskan fungsi dan makna dari arsitektur ini. Di depan monumen, terdapat lapangan luas yang menampilkan dua mobil tank serta patung Gading Gajah yang dicat putih. Patung ini juga dilengkapi dengan nisan peresmian Museum Monumen Perjuangan Rakyat.
Selain itu, beberapa ikon dan arsitektur dalam museum ini dirancang dengan maksud filosofis yang mendalam. Monumen ini berbentuk melati dengan kelopak lima, di mana melati melambangkan kesucian dan ketulusan para pahlawan perjuangan, sementara lima sisi melambangkan lima daerah keresidenan yang tergabung dalam Sub Komandemen Sumatera Selatan (SubKOSS), yaitu Keresidenan Palembang, Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Monumen ini memiliki tinggi sekitar 17 meter, sesuai dengan tanggal kemerdekaan Indonesia, dengan delapan lantai yang melambangkan bulan Agustus, dan bidang sebanyak 45, menandakan tahun kemerdekaan pada tahun 1945.
Akses ke museum ini dirancang dengan sembilan jalur, yang memiliki makna "Batang Hari Sembilan" yang mewakili kebersamaan masyarakat Palembang. Gerbang utama museum memiliki enam cagak, yang melambangkan enam wilayah perjuangan kemerdekaan di Sumatera Selatan. Patung Gading Gajah yang terletak setelah gerbang utama merefleksikan perjuangan pejuang Sumatera Selatan dalam mempertahankan kemerdekaan dengan meninggalkan jejak yang berharga.
Selain itu, museum ini juga menampilkan dua relief yang menggambarkan kehidupan di Sumatera Selatan sebelum kemerdekaan dan selama pertempuran berlangsung. Beberapa sarana yang disediakan dalam museum ini mencakup ruang pamer tetap, ruang auditorium, ruang perpustakaan, ruang laboratorium/konservasi, ruang penyimpanan koleksi, ruang bengkel, ruang administrasi, dan ruang audio visual.
Koleksi
Di dalam Museum Monpera, pengunjung dapat menjelajahi berbagai koleksi sejarah yang berkaitan dengan peristiwa perjuangan masyarakat Palembang dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II. Museum ini mengoleksi sebanyak 368 artefak yang mencakup beragam benda bersejarah. Koleksi ini terdiri dari 178 foto dokumentasi bersejarah, pakaian dinas pahlawan, dan senjata yang digunakan seperti pistol, juki kanju, fiat, teki, danto, meriam sunan meriam kecepek, dten MK IV, double lop, pedang sabil, ranjau darat. Selain itu, museum ini juga menyimpan 568 buku koleksi, termasuk buku-buku perjuangan dan buku umum.
Museum Monpera juga memiliki patung yang menggambarkan tubuh para pahlawan seperti Dr. A. K. Gani, Drg. M. Isa, H. Abdul Rozak, Bambang Utoyo, Hasan Kasim, Harun Sohar, dan H. Barlian. Selain itu, koleksi mata uang di museum ini mencakup mata uang VOC, Hindia-Belanda, dan Jepang (ORI). Semua koleksi ini memberikan wawasan mendalam tentang perjuangan dan sejarah penting yang melibatkan masyarakat Palembang selama Agresi Militer Belanda II.
Monumen Perjuangan Rakyat, yang dikenal dengan sebutan Monpera, merupakan sebuah simbol heroisme dan perjuangan masyarakat Palembang dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II. Monumen ini terletak di Jalan Merdeka, persis di seberang Masjid Agung Palembang, Sumatera Selatan. Artikel ini akan mengungkap sejarah, makna, dan koleksi yang ada di Museum Monpera.
Makna dan Bentuk Monpera
Monpera memiliki bentuk yang mencolok dan unik. Salah satu ciri khasnya adalah patung burung Garuda yang besar terdapat di dinding monumen. Di bawahnya, terdapat tulisan yang menjelaskan fungsi dan makna dari arsitektur Monpera ini. Monumen ini bukan hanya sekadar struktur fisik, tetapi juga sebuah cerminan makna yang mendalam bagi masyarakat Palembang.
Mengenang Agresi Militer Belanda II
Museum Monpera didirikan untuk memperingati serangan Agresi Militer Belanda II. Pada saat itu, Belanda mengepung Kota Palembang dengan menggunakan tank dan artileri berat. Mereka juga menembaki pejuang nasionalis dan menjatuhkan bom serta granat di Kota Palembang. Pertempuran ini berlangsung selama lima hari dan lima malam, dari tanggal 1 hingga 5 Januari 1947.
Meskipun hanya dilengkapi dengan peralatan dan senjata sederhana, masyarakat Palembang yang gigih dalam berjuang berhasil membuat tentara Belanda kebingungan. Akhirnya, pada 6 Januari 1947, tercapailah kesepakatan gencatan senjata. Monumen ini menjadi saksi bisu dari peristiwa dramatis perang lima hari lima malam di Palembang.
Pembangunan Monpera
Ide untuk membangun Monumen Perjuangan Rakyat diusulkan oleh sesepuh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang tergabung dalam Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) wilayah Sumsel. Inisiatif ini disampaikan dalam rapat LVRI pada tanggal 2 Agustus 1970, dan pada tanggal 17 Agustus 1975, upacara peletakan batu pertama monumen diadakan.
Pembangunan museum Monpera dimulai pada tahun 1980 dan berlangsung hingga tahun 1988 secara bertahap dengan menggunakan dana dari APBD Pemerintah Tingkat I Sumatera Selatan. Pada tanggal 23 Februari 1988, Museum Monpera diresmikan oleh Menko Kesra H. Alamsyah Ratu Prawiranegara.
Koleksi dan Kenangan di Museum Monpera
Museum Monpera adalah tempat yang berisi berbagai macam koleksi sejarah yang terkait dengan peristiwa perjuangan masyarakat Palembang dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II. Koleksinya mencakup 178 foto dokumentasi, pakaian dinas pahlawan, senjata seperti pistol, juki kanju, fiat, teki, danto, meriam sunan, meriam kecepek, dten MK IV, double lop, pedang sabil, dan anjau darat.
Selain itu, museum ini juga memiliki 568 buku, termasuk buku perjuangan dan buku umum. Patung setengah badan dari para pahlawan seperti Dr. A. K. Gani, Drg. M. Isa, H. Abdul Rozak, Bambang Utoyo, Hasan Kasim, Harun Sohar, dan H. Barlian juga dipajang di sini. Mata uang VOC, Hindia-Belanda, dan Jepang (ORI) juga menjadi bagian dari koleksi Museum Monpera.
Museum Monpera adalah saksi hidup dari keteguhan dan semangat perjuangan masyarakat Palembang dalam menjaga kemerdekaan dan nasionalisme mereka. Monumen Perjuangan Rakyat ini menjadi tempat yang layak untuk mengenang sejarah pahit namun penting dalam perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia.