Lawang Borotan: Jejak Sejarah di Benteng Kuto Besak Palembang

Pada edisi sejarah kali ini, kita akan terus mengupas salah satu objek bersejarah yang terletak di dalam kompleks Benteng Kuto Besak, tepatnya di pintu sebelah barat yang dikenal dengan sebutan Lawang Borotan. Lawang Borotan memiliki sejarah yang menarik sebagai pintu yang digunakan Sultan Mahmud Badaruddin II untuk meninggalkan kota dan diasingkan ke Ternate. Untuk mengetahui sejarah lengkapnya, mari simak penjelasan berikut.

Lawang Borotan tempo dulu. (sumber: Twitter @pesonasriwijaya)

Di dalam kompleks Benteng Kuto Besak Palembang, terdapat satu sisi bersejarah yang tegak berdiri dengan megah, tepatnya di sebelah Menara Air atau Kantor Wali Kota Palembang saat ini. Sisi ini dikenal sebagai Lawang Borotan, yang sesuai dengan namanya, berarti pintu belakang atau gerbang bagian belakang. Lawang Borotan ini memiliki peran sejarah yang sangat penting, terutama sebagai saksi bisu dari kepergian Sultan Mahmud Badaruddin II yang diasingkan ke Ternate oleh pihak Belanda. Bangunan Lawang Borotan telah berdiri kokoh selama lebih dari 200 tahun, dibangun sekitar tahun 1780 pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I.

Lawang Borotan sendiri adalah salah satu peninggalan bersejarah dari Kesultanan Palembang yang berkuasa dari tahun 1550 hingga 1823. Lawang Borotan digunakan sebagai akses keluar-masuk Sultan Mahmud Badaruddin II jika hendak menuju kediaman Adipati Tua di Sungai Sekanak.

Namun, catatan sejarah mencatat peristiwa penting pada tahun 1821 ketika Benteng Kuto Besak diserang oleh kolonial Belanda. Akibat serangan ini, Sultan Mahmud Badaruddin II beserta keluarganya diasingkan ke Ternate, yang juga menandai berakhirnya era Kesultanan Palembang. Pengasingan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melemahkan kekuasaan kesultanan dan mengakhiri perlawanan, meskipun Sultan Mahmud Badaruddin II tetap aktif dalam perlawanan.

Kondisi Lawang Borotan saat ini. (sumber: Twitter @pesonasriwijaya)

Lawang Borotan memiliki tinggi sekitar 7 meter dan lebar sekitar 4 meter. Struktur Lawang Borotan terdiri dari dua pilar atau tiang besar, serta dua daun pintu kayu yang tebal. Semua bangunan dan pintu masih dalam kondisi asli hingga saat ini, menjadikannya sebagai salah satu peninggalan berharga dari sejarah Kota Palembang.

Itulah tadi sejarah Lawang Borotan, salah satu bagian dari Benteng Kuto Besak yang menjadi saksi bisu diasingkannya Sultan Mahmud Badaruddin II ke Ternate oleh Belanda. Sampai saat ini, kami merasa bahwa masih banyak masyarakat di Kota Palembang yang belum menyadari dan mengetahui keberadaan serta sejarah yang terkait dengan salah satu sisi Benteng Kuto Besak ini.

Kami berharap bahwa ke depannya, masyarakat dan pemerintah Kota Palembang semakin sadar akan pentingnya menjaga, merawat, dan memperkenalkan bangunan-bangunan bersejarah yang ada di kota kita tercinta. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama mempromosikan warisan budaya ini baik di tingkat nasional maupun internasional, sehingga dapat menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Kota Palembang.

Seperti biasa, sampai jumpa di artikel edisi sejarah berikutnya, salam pesona Indonesia! Wonderful Indonesia.

Share:

Jumlah Pengunjung

Populer