Pepes: Hidangan Khas Sunda yang Menggoda Selera dengan Aroma Daun Pisang

Pepes ikan mas. (sumber: www.wikipedia.com)

Pepes atau pais (Aksara Sunda Baku: ᮕᮄᮞ᮪, Pais) adalah makanan khas yang berasal dari budaya masyarakat Sunda. Awalnya, makanan ini muncul pada tahun 1970-an dan memiliki akar dalam tradisi masak-memasak menggunakan daun sebagai metodenya. Pepes merupakan hidangan yang dibungkus dengan daun pisang dan proses pembuatannya melibatkan penggunaan berbagai bumbu dan rempah-rempah yang telah dihaluskan. Selain itu, daun kemangi, tomat, dan cabai juga digunakan dalam penyajiannya. Semua bahan ini dibalut bersama makanan yang telah dibersihkan dan kemudian dibungkus dengan daun pisang. Paket pepes ini biasanya dijepit dengan dua batang bambu kecil atau kadang-kadang menggunakan tusuk gigi di setiap ujungnya. Adonan pepes ini terlebih dahulu dikukus sebelum akhirnya dipanggang (dipepes) di atas api atau bara arang sampai mengering. Namun, untuk varian pepes yang berbahan nabati, cukup dengan proses pengukusan saja.

Penggunaan beberapa lembar daun pisang adalah langkah awal dalam cara membungkus pepes. Daun pisang ini dikumpulkan dan ditempatkan searah dengan urat daun yang berlawanan. Kemudian, daun-daun ini dapat digulung atau dilipat dan ditutup dengan lidi pada kedua ujungnya. Hal ini dilakukan agar isi pepes tidak tumpah keluar saat proses pemanggangan. Jumlah daun yang digunakan untuk membungkus pepes harus lebih dari dua.

Di Indonesia, terdapat berbagai varian pepes yang terbuat dari bahan baku yang beragam, mulai dari sayur-mayur seperti pepes jamur, olahan kacang seperti pepes tahu, hingga pepes ikan seperti pepes ikan nila, pepes bandeng presto, dan pepes teri. Bumbu untuk pepes juga beragam, ada yang menggunakan bumbu dasar kuning yang terbuat dari kunyit, kencur, jahe, lengkuas, dan lain sebagainya, serta bumbu merah yang terdiri dari cabai, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, dan berbagai rempah lainnya. Pepes adalah hidangan yang mencerminkan keragaman kuliner Indonesia dan memiliki cita rasa yang khas dan beraneka ragam.

Share:

Docang: Sebuah Kisah Kuliner Khas Cirebon yang Membuat Takjub

Docang. (sumber: www.pegipegi.com)

Docang, atau dikenal dalam bahasa Jawa sebagai "docang," adalah makanan tradisional yang berasal dari wilayah Cirebon dan sekitarnya. Hidangan ini terbuat dari campuran beragam bahan, termasuk potongan lontong, parutan kelapa, daun singkong, daun kucai, toge, dan kerupuk. Semua bahan ini disajikan dengan penyiraman kuah dage atau oncom. Secara harfiah, nama "docang" berasal dari bahasa Cirebon dan merupakan singkatan dari dua kata, yaitu "bodo" dan "kacang" (yang merujuk pada tauge). Docang adalah hasil perpaduan lontong, daun singkong, toge, kerupuk, serta sayur oncom yang terbuat dari ampas tahu dan sedikit bungkil kacang tanah, yang juga dikenal sebagai "gempa." Semua bahan ini kemudian dikombinasikan dengan parutan kelapa muda, menciptakan hidangan yang lezat dan khas dari daerah Cirebon.

Sejarah

Docang adalah sebuah kuliner khas yang hanya dapat ditemukan di Cirebon, dan tersedia di berbagai sudut kota ini. Keberadaan masakan ini telah berakar sejak zaman penyebaran Agama Islam oleh Wali Songo di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Menariknya, docang memiliki cerita sejarah yang unik. Konon, hidangan ini awalnya diciptakan dengan niat jahat untuk meracuni para Wali Songo oleh seorang pangeran bernama Rengganis yang tidak menyukai kehadiran mereka. Dalam cerita yang beredar di masyarakat, Pangeran Rengganis mencoba meracuni para Wali Songo dengan menciptakan masakan khusus. Namun, saat hidangan ini disajikan dan disantap oleh para Wali Songo saat berkumpul di Masjid Sang Cipta Rasa, terjadi keajaiban yang tak terduga. Alih-alih keracunan, para Wali Songo justru menikmati dan menyukai hidangan yang dibuat oleh Pangeran Rengganis ini. Sejak saat itulah, docang menjadi salah satu kuliner yang paling terkenal di Cirebon, dikenal dengan cerita misterius yang melingkupinya.

Resep Docang

Bahan

  • 100 g kelapa setengah tua, (di parut)
  • ½ sdt garam
  • 3 sdm minyak goreng
  • 5 cm lengkuas, (di memarkan)
  • 3 cm jahe, (di memarkan)
  • 2 lembar daun salam
  • 1 batang serai, (di memarkan)
  • 200 g oncom, (di cincang kasar)
  • 1 L kaldu sapi
  • 300 g daun singkong, rebus, (di iris halus)
  • 4 buah lontong
  • 150 g tauge, (seduh dengan air panas)
  • 2 sdm daun kucai (di iris)

Bumbu (di haluskan)

  • 10 butir bawang merah
  • 8 siung bawang putih
  • 5 buah cabai merah
  • ½ sdt ketumbar, (di sangrai)
  • ½ sdt terasi, (di bakar)
  • 1 sdt garam

Pelengkap

  • Kelapa setengah tua parut kasar, (di kukus)
  • Sambal cabai rawit
  • Kerupuk putih

Cara membuat

  • Campur kelapa parut dengan garam, kukus selama 15 menit. Angkat. Sisihkan.
  • Dalam wajan. Tumis bumbu halus, lengkuas, jahe, daun salam, serai hingga harum. Tambahkan oncom, tumis sambil diaduk rata. Tuang kaldu, didihkan. Sisihkan.
  • Tata dalam piring saji lontong, daun singkong, tauge, daun kucai dan pelengkap sesuai selera. Siram dengan kuah panas. Sajikan segera.

Dengan sejarah yang menyimpan misteri dan cita rasa yang khas, docang menjadi salah satu warisan kuliner yang patut dijaga dan dinikmati oleh masyarakat Cirebon. Dalam setiap gigitannya, docang mengandung kenangan akan perjalanan panjangnya sepanjang masa. Jadi, jika Anda berkunjung ke Cirebon, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi hidangan yang memiliki cerita dan cita rasa unik ini. Selamat menikmati!

Share:

Sega Jamblang: Kuliner Khas Cirebon yang Menggoda Selera

Sega Jamblang atau Nasi Jamblang. (sumber: www.priangan.tribunnews.com)

Sega Jamblang atau yang dikenal sebagai Nasi Jamblang dalam Bahasa Indonesia adalah sebuah hidangan khas yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Hidangan ini dinamai sesuai dengan daerah asal para pedagang makanan ini, yaitu Jamblang, yang terletak di sebelah barat Kabupaten Cirebon. Yang membuat Sega Jamblang begitu khas adalah penggunaan daun jati sebagai bungkus untuk nasi. Selain itu, penyajian makanan ini biasanya dilakukan dalam format prasmanan, di mana berbagai hidangan tersedia untuk dipilih oleh para pelanggan.

Asal Nama

Sega Jamblang, sebagaimana dikenal dengan nama Nasi Jamblang dalam Bahasa Indonesia, konon merujuk pada nama sebuah desa di sebelah barat Kabupaten Cirebon, yaitu Desa Jamblang, yang terletak di Cirebon, Jawa Barat. Meskipun memiliki nama yang mencerminkan hubungan dengan pohon atau buah jamblang, kenyataannya, makanan ini tidak memiliki kaitan apapun dengan buah jamblang. Maka, Sega Jamblang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai hidangan khas Cirebon yang unik dengan ciri khas penggunaan daun jati sebagai bungkus untuk nasi dan penyajiannya yang umumnya dalam format prasmanan, menawarkan berbagai hidangan yang lezat untuk dinikmati oleh para pelanggan.

Sejarah

Sega Jamblang adalah makanan khas yang bermula di Cirebon dan awalnya diciptakan untuk menyediakan hidangan bagi pekerja paksa yang bekerja pada masa pemerintahan Belanda. Makanan ini menjadi populer saat pekerja sedang membangun jalan raya Daendels dari Anyer ke Panarukan, yang melewati wilayah Kabupaten Cirebon. Salah satu ciri khas Sega Jamblang adalah penggunaan daun jati sebagai bungkus untuk nasi. Keputusan ini diambil karena daun jati memiliki karakteristik yang membuat nasi tetap pulen dan tahan lama, berbeda dengan daun pisang yang kurang tahan lama. Daun jati memiliki pori-pori yang membantu menjaga kualitas nasi meskipun disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama.

Meskipun hidangan Sega Jamblang menawarkan beragam pilihan menu yang lezat, harganya relatif sangat terjangkau. Ini karena pada awalnya, makanan ini dirancang untuk menyediakan makanan yang ekonomis bagi para pekerja kasar di pelabuhan dan para kuli angkut yang bekerja keras di jalan Pekalipan. Sega Jamblang tidak hanya menjadi warisan kuliner bersejarah, tetapi juga mengandung cerita sejarah yang penting dalam perkembangan wilayah Cirebon.

Menu

Sega Jamblang menawarkan beragam menu lezat yang menjadi pilihan para penggemar kuliner. Menu-menu yang tersedia termasuk sambal goreng, tahu sayur, paru-paru (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar/telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan asin, tahu, dan tempe. Namun, salah satu hidangan yang telah menjadi ikon Sega Jamblang adalah "balakutak hideung." Ini adalah hidangan cumi-cumi atau sotong yang dimasak dalam kuah kental yang dihasilkan dari proses memasaknya bersama dengan tinta cumi-cumi. Hasilnya adalah hidangan yang memiliki warna hitam pekat, mirip dengan hidangan rawon yang terkenal. Hidangan ini adalah salah satu yang paling mencolok dan khas dari sega jamblang, dan sering menjadi favorit di antara para penikmat kuliner di Cirebon dan sekitarnya.

Dengan penggunaan daun jati yang unik sebagai bungkus dan beragam hidangan lezat yang terjangkau, Sega Jamblang tetap menjadi warisan kuliner yang tak ternilai dari Cirebon. Hidangan ini tidak hanya memanjakan lidah para penikmat kuliner, tetapi juga membawa cerita sejarah yang mengingatkan kita pada masa lalu yang berarti dalam perkembangan wilayah ini. Sega Jamblang adalah bukti bahwa kekayaan kuliner Indonesia tak hanya terletak pada rasanya yang lezat, tetapi juga pada kisah yang tersembunyi di balik setiap hidangan.

Share:

Menyelami Kelezatan Kue Lontar: Kuliner Tradisional Papua yang Memikat

Selamat datang, para pembaca Inkarnasi Kata! Dalam artikel kali ini, kami akan menghadirkan informasi menarik tentang salah satu kuliner tradisional dari Papua, yaitu kue lontar. Mari kita selami kelezatan kuliner ini bersama-sama.

Kue lontar, makanan khas Papua. (sumber: www.food.indozone.id)

Kue lontar adalah sebuah kue khas Papua yang menggoda dengan rasa manis yang lezat, tekstur renyah di luar, dan kelembutan di dalamnya. Awalnya, kue ini dikenal dengan nama "ronde taart," yang berarti kue bundar dalam bahasa Belanda. Namun, karena sulit dilafalkan oleh penduduk Papua, kue ini kemudian dikenal dengan nama "lontar," sesuai dengan sebutannya yang lebih mudah. Kue ini biasanya disajikan dalam piring keramik khas Belanda yang indah berwarna biru.

Demikianlah rangkuman singkat tentang kue lontar, sebuah hidangan tradisional dari Papua. Jika Anda tertarik untuk mencicipi kue lontar, Anda dapat mencari penjualnya di daerah Anda atau mencoba berbagai resep kue lontar untuk membuatnya sendiri. Sampai jumpa di artikel kuliner berikutnya!

Share:

Menjelajahi Kelezatan Udang Selingkuh: Kuliner Tradisional Papua yang Memikat

Mari kita lanjutkan untuk menjelajahi kelezatan kuliner tradisional dari Papua, yang kali ini akan kita fokuskan pada hidangan udang selingkuh. Ayo simak informasi lengkapnya di artikel ini!

Udang selingkuh, makanan khas Papua. (sumber: www.indonesiatraveler.id)

Pulau Papua, seperti daerah-daerah lain di Indonesia, juga kaya dengan beragam hidangan lezat. Salah satu makanan khas yang patut dicicipi di pulau timur Indonesia ini adalah udang selingkuh. Nama "udang selingkuh" diberikan karena meskipun secara fisik mirip dengan udang biasa, namun memiliki capit besar yang menyerupai kepiting.

Keunikan dari penampilannya ini dihubungkan dengan hasil perselingkuhan antara udang dan kepiting. Hewan unik ini hanya dapat ditemukan di Goa Togece Kampung Parema, Distrik Wesaput, Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Walaupun awalnya berwarna biru transparan, udang air tawar ini akan berubah menjadi warna oranye setelah dicuci dan direbus. Hasilnya, tampilannya menjadi sangat mirip dengan kepiting atau lobster yang hidup di laut lepas.

Sebagaimana dikutip dari Good News from Indonesia, tekstur udang selingkuh hampir serupa dengan udang biasa, hanya saja dagingnya lebih lembut dan memiliki sentuhan rasa manis yang unik.

Disajikan dengan Minim Bumbu

Udang selingkuh biasanya disiapkan dengan sangat sederhana, seringkali hanya dengan pembakaran dan sedikit garam, jika memang diperlukan. Rasa alami yang sedikit manis dari hewan ini sudah membuatnya sangat lezat tanpa tambahan bumbu yang berlebihan.

Biasanya, hidangan udang selingkuh disajikan bersama dengan nasi hangat dan sayuran seperti bunga pepaya atau kangkung. Kombinasi ini menjadi semakin lezat dengan tambahan sambal colo-colo yang memiliki cita rasa pedas-manis yang khas.

Bagi yang ingin membawa pulang udang selingkuh dalam kondisi mentah, Anda dapat mencarinya di sejumlah pasar tradisional di kota Wamena dengan harga mulai dari Rp100 ribu. Namun, jika Anda memilih untuk menikmatinya di restoran, harganya bisa mencapai Rp300 ribu.

Demikianlah rangkuman singkat tentang udang selingkuh, salah satu hidangan tradisional asli Papua. Jika Anda ingin mencicipi udang selingkuh, Anda dapat mencari penjualnya di daerah Anda atau mencoba berbagai resep udang selingkuh untuk menciptakannya sendiri. Sampai jumpa di artikel kuliner berikutnya!

Share:

Jumlah Pengunjung

Populer