Menteng, sebuah nama yang mengundang citra pemukiman mewah di tengah hiruk-pikuk Jakarta Pusat. Sejarah Menteng yang kaya membawa kita kembali pada zaman Belanda, ketika daerah ini mulai menjadi tempat tinggal bagi orang-orang penting. Bahkan, beberapa tokoh sejarah Indonesia seperti Soekarno dan Hatta pernah memiliki rumah di kawasan ini. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi asal usul Menteng, perubahan yang terjadi seiring waktu, dan warisan bersejarah yang masih tegak berdiri hingga hari ini.
Asal usul Menteng sebagai pusat pemukiman elit di Jakarta dapat ditelusuri hingga masa kolonial Belanda. Kawasan ini dipilih karena posisinya yang strategis, dekat dengan pusat pemerintahan kolonial, dan berpotensi untuk menjadi pemukiman mewah di masa depan. Harapan tersebut tidak meleset, dan hingga saat ini, Menteng tetap menjadi ikon tempat tinggal orang-orang kaya dan pejabat tinggi.
Menteng memang dikenal sebagai tempat tinggal orang-orang penting, tetapi tidak banyak yang tahu tentang sejarah awalnya sebelum menjadi pemukiman elit zaman Belanda. Menurut catatan sejarah oleh Adolf Heuken SJ dalam bukunya yang berjudul "Menteng: Sejarah Kota Taman Pertama di Indonesia" (2001), Menteng pada awalnya adalah daerah yang menyeramkan. Hutan di sana dikenal sebagai tempat bersemayamnya hewan-hewan buas yang mematikan. Penduduk Jakarta kala itu sering menjadi korban serangan harimau dan macan kumbang saat melewati daerah tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan penguasaan Batavia yang beralih dari tangan penguasaan Belanda, Menteng mulai menarik perhatian pemerintah kolonial. Hutan menyeramkan tersebut berubah menjadi pemukiman yang asri dan nyaman. Penghuninya didominasi oleh pejabat-pejabat tinggi Belanda. Nama Menteng sendiri diambil dari tumbuhan "Menteng" atau dalam bahasa Latin "Beccaurea racemosa" yang dulunya tumbuh subur di daerah ini.
Pada tahun 1810, daerah Menteng mulai terbuka untuk pertama kalinya sebagai tanah hunian. Beberapa keluarga Eropa tiba dan mulai menghuni kawasan ini. Ini menandai awal dari perkembangan Menteng sebagai pemukiman resmi. Tanah ini tidak hanya digunakan oleh orang Belanda, tetapi juga oleh pejabat-pejabat tinggi setelah kemerdekaan Indonesia.
Menteng juga memiliki sejarah unik dalam hal kepemilikan tanah. Sebelum menjadi milik pemerintah kolonial, tanah di Menteng adalah milik partikelir (swasta) yang belum terkelola dengan baik. Pengambilalihan tanah ini terjadi setelah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), sebuah kongsi dagang Belanda, bangkrut. VOC menjual tanah ini kepada masyarakat golongan Timur Asing, termasuk orang-orang Arab dan Tionghoa. Mereka membiarkan tanah ini tidak terurus, dengan harapan bahwa nilainya akan naik seiring berjalannya waktu. Ini menyebabkan kecemburuan sosial di kalangan penduduk pribumi.
Saat tanah partikelir berubah menjadi kepemilikan pemerintah kolonial, Menteng mulai dibangun dengan gedung-gedung megah bersejarah. Hampir setiap jalan di Menteng saat ini memiliki bangunan-bangunan tua yang mengandung nilai sejarah yang berharga. Contohnya adalah Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Taman Suropati, Gedung Bouwplog, Gereja Katolik Saint Teresia dan Paulus, serta gedung mantan kantor Telephone yang sekarang menjadi Universitas Bung Karno. Masing-masing gedung ini memiliki cerita dan peranannya dalam sejarah yang menarik.
Sebagai contoh, Gedung Bappenas tidak hanya menjadi tempat para pemikir pembangunan nasional, tetapi juga pernah menjadi Loji dan tempat Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) dalam mengadili tokoh-tokoh penting terkait G30S/PKI pada tahun 1965.
Taman Suropati, satu-satunya taman tertua di sekitar Menteng, juga memiliki peran penting dalam memberikan udara bersih bagi orang-orang Eropa pada masa kolonial. Hingga saat ini, taman ini masih menjadi salah satu paru-paru hijau terpenting di pusat kota Jakarta.
Selain gedung-gedung bersejarah, Menteng juga dikenal sebagai tempat tinggal para duta besar dan perwakilan negara asing. Mereka berdampingan dengan rumah gubernur Jakarta dan menteri-menteri penting lainnya. Oleh karena itu, Menteng selalu mendapat perhatian khusus dari aparat negara.
Menteng, dengan sejarahnya yang kaya dan kehadiran bangunan-bangunan bersejarahnya, tidak hanya menjadi bagian integral dari perkembangan Jakarta, tetapi juga menyimpan kisah-kisah yang menggambarkan perubahan sosial dan politik di Indonesia selama beberapa abad terakhir.