Cikini, sebuah nama yang membawa kita pada perjalanan melintasi waktu dan menyelami jejak sejarah yang tersembunyi di tengah hiruk-pikuk Jakarta. Terletak di Jakarta Pusat, kawasan ini menyimpan cerita-cerita berharga yang membentuk sejarahnya sendiri. Dalam artikel ini, kita akan merunut asal usul, peristiwa bersejarah, dan perubahan yang terjadi di kawasan Cikini.
Nama Cikini telah ada sejak masa Kolonial Belanda, saat ejaan "Tjikini" digunakan. Ini merujuk pada dua kata, "Tji" yang berarti sungai, dan "Kini" yang merupakan nama buah yang tumbuh subur di wilayah ini. Sejarah Cikini juga berkaitan erat dengan seorang pelukis terkenal pada masa kolonial, Raden Saleh. Tanah di kawasan ini dulunya adalah miliknya, dan di situlah ia membangun sebuah rumah yang terinspirasi oleh istana Callenberg di Jerman, tempat ia pernah tinggal.
Rumah tersebut tidak hanya berdiri sendiri, tetapi juga dikelilingi oleh taman yang luas. Bagian dari taman ini kemudian menjadi taman umum dan kebun binatang pada tahun 1862, diberi nama "Planten En Dierentuin". Kebun binatang ini membawa kehidupan baru ke kawasan Cikini, dan menjadi salah satu daya tarik utama. Namun, pada tahun 1960, kebun binatang tersebut dipindahkan ke Ragunan Pasar Minggu, mengubah dinamika kawasan.
Taman Raden Saleh juga dikenal karena pernah menyelenggarakan balapan anjing yang populer pada masanya. Namun, seiring berjalannya waktu, kawasan ini mengalami perubahan fungsi. Taman tersebut kini telah berubah menjadi kantor dan ruang kuliah bagi mahasiswa fakultas perfilman dan televisi IKJ.
Tanggal 10 November 1968 menjadi momen penting bagi Cikini, karena pada hari itu Taman Ismail Marzuki diresmikan di area yang dulunya menjadi kebun binatang. Perkembangan kawasan ini tidak berhenti di situ. Cikini mulai mengalami pertumbuhan sebagai kawasan komersil. Tempat-tempat hiburan seperti bioskop, penginapan, dan tempat perbelanjaan mulai bermunculan pada tahun 1890-an.
Salah satu warisan berharga di Cikini adalah rumah Raden Saleh yang kini berfungsi sebagai RS.PGI Cikini. Rumah ini tidak hanya menjadi bangunan bersejarah, tetapi juga melanjutkan peran pentingnya sebagai fasilitas kesehatan.
Seiring perjalanan waktu, beberapa bangunan bersejarah tetap berdiri teguh di Cikini. Kantor pos yang sudah berdiri sejak tahun 1920, Bakoel Koffie yang telah menjadi bagian dari kawasan sejak tahun 1870-an, dan Rumah Tiket Ibu Dibjo yang terkenal pada era 1960-an, semuanya menjadi saksi bisu perubahan zaman.
Pemerintah Jakarta mengakui pentingnya Cikini dalam konteks sejarah dan perkembangan kota. Kawasan ini mendapatkan perhatian khusus sebagai bagian dari upaya pengembangan kawasan strategis di provinsi Jakarta.
Cikini, dengan sejarahnya yang kaya dan perubahan yang terus berkembang, tetap menjadi bukti hidup dari kemajuan dan perjalanan panjang Jakarta sebagai ibu kota Indonesia.