Matriarki adalah sistem sosial yang menonjolkan perempuan sebagai pemimpin utama dan memiliki dominasi dalam struktur sosial. Ini dapat dijelaskan sebagai sistem sosial di mana ibu atau perempuan yang lebih tua memegang kendali penuh atas keluarga, bahkan dalam skala yang lebih luas, beberapa perempuan (seperti dalam sebuah dewan) memiliki tingkat kekuasaan yang sama atas seluruh komunitas. Dalam masyarakat atau kelompok yang mengamalkan matriarki, otoritas diteruskan melalui garis keturunan ibu, berbeda dengan patriarki yang menekankan dominasi kepemimpinan laki-laki. Matriarki dapat ditemui di berbagai negara di Asia dan Afrika.
Kelompok matriarki menekankan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan tidak mengesampingkan perempuan karena jenis kelamin mereka. Dalam budaya matriarki, kekuasaan dianggap harus didistribusikan dengan adil antara kedua jenis kelamin. Selain itu, dalam konteks budaya matriarki, seorang ibu memiliki posisi yang sangat penting.
Matriarki melibatkan negosiasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan sebagai usaha untuk melawan tradisi patriarki di mana laki-laki cenderung mendominasi dan memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan penting. Matriarki mempengaruhi aspek-aspek budaya, terutama dalam hal agama dan struktur keluarga. Dalam sistem matriarki, perempuan memiliki wewenang dalam memilih pasangan hidupnya, dan keturunan biasanya mengikuti garis keturunan ibu. Keluarga ibu memiliki hak dan klaim atas pemeliharaan keluarga. Meskipun demikian, laki-laki tertua dalam keluarga tetap memiliki peran sebagai kepala keluarga, yang mengakibatkan terjadinya negosiasi kekuasaan dalam konteks keluarga.
Sejarah dan Konsep
Pada abad ke-19, di bawah pengaruh teori evolusi biologis Charles Darwin, banyak sarjana berupaya mengembangkan teori evolusi budaya yang dikenal sebagai evolusi budaya unilineal. Teori ini menyatakan bahwa organisasi sosial manusia berkembang melalui serangkaian tahap, mulai dari pergaulan bebas seksual mirip dengan binatang, diikuti oleh matriarki, dan pada akhirnya, muncul patriarki. Antropolog seperti Lewis Henry Morgan, Johann Jakob Bachofen, dan filsuf Friedrich Engels memegang peran penting dalam pengembangan teori ini.
Meskipun teori evolusi budaya unilineal saat ini telah dicontohkan, para antropolog dan sosiolog modern sepakat bahwa sementara banyak budaya memberikan otoritas istimewa kepada salah satu jenis kelamin, konsep matriarki dalam evolusi asli tidak pernah ada. Namun, istilah matriarki dan patriarki masih digunakan oleh beberapa sarjana dalam konteks deskriptif, analitis, dan pendidikan.
Konsep matriarki mulai muncul di Eropa pada abad ke-19. Pada tahun 1861, antropolog Swiss Johann Jakob Bachofen memublikasikan penelitiannya tentang masyarakat kuno yang mencakup peraturan perempuan sebagai salah satu tahap awal perkembangan sosial. Bachofen menyebut bahwa matriarki muncul setelah periode hetaerisme yang ditandai oleh seksualitas yang tidak teratur dan ketidakberdayaan perempuan. Menurut Bachofen, perempuan akhirnya melawan situasi tersebut, mengambil peran dominan, mengendalikan properti, memimpin keluarga mereka, dan memperoleh kekuasaan politik. Namun, beberapa tahap kemudian, laki-laki mengambil alih kekuasaan dari perempuan pemimpin dan mengesahkan patriarki. Matriarki, menurut pandangan ini, muncul sebagai tanggapan terhadap patriarki.
Heide Göttner-Abendroth memiliki peran penting dalam studi komunitas matriarki. Pada tahun 1986, ia mendirikan International Academy for Modern Matriarchal Studies and Matriarchal Spirituality. Göttner-Abendroth menyatakan bahwa komunitas matriarki mengoperasikan dalam empat bidang utama: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dalam konteks sosial, matriarki menempatkan motherhood (ibu) di pusat perhatian, dan baik laki-laki maupun perempuan tahu bagaimana memenuhi peran ibu. Dalam hal ekonomi, harta kekayaan tidak diwariskan melalui garis keturunan ayah; sebaliknya, harta dibagi dan diatur oleh seorang ibu dalam suku untuk semua anggotanya. Dalam ranah politik, perempuan memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan sehari-hari, dan baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran yang setara dalam menentukan kebijakan kelompok. Dalam aspek budaya, kelompok matriarki menyembah dewi-dewi dan menganggap alam sebagai manifestasi perempuan.
Aturan Seksualitas
Dalam kelompok patriarki, terdapat aturan bahwa harta keluarga diwariskan melalui garis keturunan ayah. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar kekayaan dan kuasa dapat diturunkan dari ayah kepada anak-anaknya. Akibatnya, seksualitas perempuan sangat diawasi dan dikendalikan dengan ketat, yang membuatnya menjadi topik yang tabu.
Di sisi lain, dalam kelompok matriarki, aturan pewarisan harta dan kekuasaan tidak terkait dengan garis keturunan ayah. Hal ini disebabkan oleh praktik pengasuhan bersama anak-anak, sehingga identitas ayah biologis menjadi kurang penting. Dengan demikian, pandangan mengenai seksualitas dan keturunan antara kelompok patriarki dan matriarki sangat berbeda.
Matriarki di Indonesia
Suku Minangkabau di Sumatera Barat adalah salah satu masyarakat matrilineal terbesar di dunia. Di dalam masyarakat Minangkabau, perempuan memiliki peran khusus yang sangat penting. Mereka menjadi pemilik harta warisan, pewaris keturunan, dan manajer keluarga mereka. Dalam sistem sosial matriarki Minangkabau, seorang lelaki dianggap sebagai orang luar yang masuk ke dalam keluarga matrilineal istrinya. Sebagai akibatnya, anak-anak secara otomatis menjadi bagian dari keluarga ibu mereka, dan mereka mewarisi nama suku dari ibu mereka, bukan dari ayah mereka.