Selamat datang kembali pada Bagian 2 dari petualangan kita dalam menggali harta karun sejarah komunikasi di Museum Penerangan. Setelah mengupas sejumlah koleksi menarik pada bagian sebelumnya, kita akan melanjutkan perjalanan menarik ini dengan lebih dalam lagi. Museum ini memang menjadi jendela yang membuka cakrawala sejarah komunikasi, memaparkan ragam artefak yang memukau dan menceritakan perjalanan panjang evolusi komunikasi manusia. Mari kita bersama-sama menjelajahi warisan berharga ini dan memahami bagaimana alat-alat sederhana dari masa lampau menjadi landasan bagi dunia komunikasi yang canggih seperti yang kita nikmati saat ini.
Presiden Soeharto pada Peringatan Hari Pangan Sedunia
Koleksi 11. (sumber: muspen.kominfo.go.id)
Diorama yang menarik ini menggambarkan momen istimewa dalam Peringatan Hari Pangan Sedunia, yang dihadiri oleh Presiden Soeharto secara langsung di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Melalui peringatan ini, Indonesia merayakan pencapaian gemilang sebagai negara swasembada beras. Keberhasilan ini tak terlepas dari semangat kuat swasembada yang digaungkan oleh pemerintah, khususnya kepada para petani. Lebih dari sekadar persoalan pangan, Presiden Soeharto kerap mengajak masyarakat untuk mandiri dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi, termasuk kesehatan, kemiskinan, dan populasi.
Dengan nomor registrasi 2.67 dan tahun registrasi 1993, diorama ini menjadi bukti berharga dari perjuangan dan semangat Indonesia dalam menghadapi berbagai persoalan vital. Dengan bahan terbuat dari serat, kayu, dan karet, diorama ini memberikan wujud konkret dari sejarah yang tak ternilai.
Set Film Si Unyil
“Si Unyil” adalah salah satu acara televisi yang meraih popularitas besar di kalangan anak-anak pada masa lalu. Pertama kali mengudara pada tanggal 5 April 1981, acara ini menceritakan keseharian seorang anak petani bernama Unyil, yang selalu dikenali dengan ciri khasnya mengenakan sarung dan peci. Dalam set film “Si Unyil”, terdapat 17 karakter yang memeriahkan cerita. Serangkaian episode “Si Unyil” mengandung berbagai pesan moral yang mendalam, seperti pentingnya menabung, kejujuran, menjaga kebersihan demi kesehatan, dan banyak lainnya.
Dengan nomor registrasi 3.47 dan tahun registrasi 1993, acara ini menjadi bagian penting dalam warisan budaya yang tak tergantikan. Meski detail mengenai kontributor, bahan, dan ukuran belum tertera, “Si Unyil” tetap diingat sebagai sajian inspiratif yang menyemai nilai-nilai positif dalam benak generasi muda.
Studio RRI
Dalam diorama ini, ditampilkan studio Radio Republik Indonesia (RRI) yang merepresentasikan suasana studio pada era 1990-an. Diorama ini memberikan gambaran tentang bagaimana studio RRI beroperasi dengan perangkat manual pada masa tersebut. Terdiri dari dua ruangan, diorama ini mencakup studio rekaman dan ruangan teknisi. Tiga patung yang terdapat dalam diorama ini menggambarkan personel yang terlibat dalam sebuah siaran, termasuk teknisi dan penyiar.
Dengan nomor inventaris MP.PC/RAD0131 dan kontributor Kasman K.S., diorama ini dibuat dari bahan serat, kayu, dan karet. Meskipun detail nomor registrasi, tahun registrasi, dan ukuran belum tertera, diorama ini memberikan wawasan visual mengenai tata letak dan peralatan yang digunakan dalam studio RRI pada era tersebut.
Fernseh GmbH Electronic Stadium Camera
Kamera ini merupakan salah satu model kamera canggih dengan resolusi tinggi yang populer pada tahun 1970-an. Dikenal dengan kemampuannya yang luar biasa dalam merekam gambar dengan luas yang luas, kamera ini sering digunakan untuk merekam berbagai pertandingan di stadion.
Dengan nomor registrasi 5.4 dan tahun registrasi 1993, kamera ini terdaftar dalam inventaris dengan nomor MP.PC/TV0078. Dikontribusikan oleh Robert Bosch GmbH, kamera ini dibuat dari logam campuran, kaca, kayu, dan plastik, dan memiliki dimensi sekitar p: 97 cm, l: 97 cm, t: 145 cm. Kamera ini merupakan contoh nyata dari perkembangan teknologi kamera pada masanya, menghasilkan gambar berkualitas tinggi dan luas dalam situasi seperti pertandingan olahraga di stadion.
Gendang Tradisional Sulawesi
Gendang yang saat ini menjadi bagian dari koleksi menghadirkan jejak seremonial Departemen Penerangan yang bersejarah. Gendang ini memiliki peran penting dalam acara Penerangan Pedesaan Tingkat Nasional ke-5, yang diadakan pada tahun 1992 di Sumpang Binangae, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Nomor registrasi 2.49 dan tahun registrasi 1993 mengidentifikasi gendang ini dalam inventaris dengan nomor MP.PC/PEU0026. Terbuat dari kulit, kayu, dan kain, gendang ini memiliki dimensi p: 68 cm, l: 35 cm, t: 62 cm. Selain sebagai alat musik tradisional di Sulawesi, gendang juga memiliki nilai signifikan sebagai alat komunikasi tradisional dalam budaya masyarakat setempat. Gendang ini menjadi saksi bisu dari peristiwa bersejarah dan budaya yang tercermin dalam seremoni Penerangan Pedesaan Tingkat Nasional yang berlangsung lebih dari tiga dekade lalu.
Gramofon
Gramofon yang terpajang dalam koleksi ini membawa kita kembali ke zaman lampau di mana ia adalah alat yang berharga di rumah-rumah penduduk. Pada masa itu, Gramofon digunakan untuk memutar piringan hitam tunggal dengan kecepatan 78 rpm, seperti yang diproduksi oleh Lokananta. Dengan nomor registrasi 4.11 dan tahun registrasi 1993, gramofon ini tercatat dalam inventaris dengan nomor MP.PC/TV0078. Terdiri dari bahan kuningan dan kayu, gramofon ini memiliki dimensi p: 80 cm, l: 41 cm, t: 84 cm. Gramofon ini dirancang dalam bentuk kotak kayu yang dilengkapi dengan alat engkol manual untuk menggerakkan putaran, serta alat logam berbentuk paku yang dipasang pada piringan hitam yang sedang diputar untuk membaca guratan dalam piringan hitam tersebut. Di bagian atasnya, terdapat pengeras suara yang berbentuk seperti terompet corong besar, terbuat dari kuningan dengan nuansa warna kuning keemasan yang menciptakan nuansa nostalgia akan masa lalu yang kaya akan kenangan musik.
Infografik Proses Produksi Film di Indonesia
Papan informasi yang tersaji di sini memberikan gambaran menyeluruh tentang tahapan-tahapan pembuatan film di Indonesia. Dengan nomor registrasi 3.51 dan tahun registrasi 1993, papan informasi ini tercatat dalam inventaris dengan nomor MP.PC/FIL0084. Dibuat dari bahan kertas dan kayu, papan informasi ini memiliki dimensi ukuran display p: 176 cm, l: 50 cm, t: 165 cm. Melalui papan informasi ini, pengunjung dapat memahami langkah-langkah kompleks yang terlibat dalam proses kreatif produksi film di Indonesia, yang melibatkan berbagai elemen mulai dari ide perencanaan, produksi, hingga penyutradaraan. Informasi yang disajikan pada papan ini memperkaya pemahaman akan dunia perfilman Indonesia dan proses di balik layar yang membentuk karya-karya sinematik yang kita nikmati.
Interkom TVRI
Interkom memiliki peran penting dalam mendukung komunikasi antara seluruh personil produksi dan produksi teknik, memungkinkan kolaborasi yang efisien dalam dunia produksi. Alat interkom ini memiliki nomor registrasi 5.93 dan tahun registrasi 1993, serta tercatat dalam inventaris dengan nomor MP.PC/TV0318. Dibuat dari bahan kayu dan plastik, alat interkom ini memiliki dimensi p: 46 cm, l: 27 cm, t: 15.5 cm. Menariknya, interkom ini memiliki nilai sejarah yang signifikan, karena merupakan interkom pertama yang dimiliki oleh TVRI sejak berdirinya pada tahun 1962. Penggunaan alat interkom ini memberikan wawasan lebih dalam tentang perkembangan teknologi komunikasi dalam industri penyiaran di Indonesia, memfasilitasi koordinasi dan komunikasi yang lebih baik di dalam lingkungan produksi televisi.
Kamera Film “Darah dan Doa”
Kamera ini memiliki peran bersejarah yang sangat penting dalam industri perfilman Indonesia. Kamera ini digunakan dalam pembuatan film pertama Indonesia yang sepenuhnya diproduksi oleh orang Indonesia, yaitu film "Darah dan Doa." Film ini menjadi karya nasional yang mencatat sejarah sebagai tonggak awal munculnya perfilman Indonesia, dengan semua aspek produksi, mulai dari sutradara, kru, hingga pemain, dilakukan oleh orang Indonesia. Sutradara Usmar Ismail adalah sosok di balik film ini yang menjadi landasan bagi kemunculan produksi film nasional berikutnya.
Pengambilan gambar pertama film "Darah dan Doa" terjadi pada tanggal 30 Maret 1959, dan peristiwa ini menjadi momen penting yang bahkan diperingati sebagai Hari Film Nasional setiap tahunnya. Kamera ini memiliki nomor registrasi 3.37 dan tahun registrasi 1993, serta tercatat dalam inventaris dengan nomor MP.PC/FIL0012. Kamera ini terbuat dari logam dan kaca, memiliki dimensi p: 44 cm, l: 25,5 cm, t: 35 cm.
Kamera ini bukan hanya alat teknis, melainkan juga simbol perjuangan dan semangat di balik perkembangan industri perfilman nasional Indonesia. Kehadirannya membawa nilai historis yang menginspirasi dan mengingatkan akan pentingnya berkarya dalam mendukung perkembangan budaya dan seni di tanah air.
Kamera Film Mitchell
Kamera film berukuran 35 mm ini memiliki nilai historis yang signifikan dalam industri perfilman Indonesia. Kamera ini aktif digunakan di Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II, membawa perubahan besar dalam cara produksi dan penyutradaraan film. Kamera ini memiliki nomor registrasi 2.41 dan tahun registrasi 1993, serta tercatat dalam inventaris dengan nomor MP.PC/FIL0128. Dibuat dari logam dan kaca, kamera ini memiliki dimensi p: 24 cm, l: 26 cm, t: 22.5 cm.
Dalam sejarah perfilman Indonesia, penggunaan kamera film 35 mm ini memungkinkan pembuatan film dengan kualitas gambar yang lebih baik dan profesional. Ukuran 35 mm menjadi standar umum dalam dunia perfilman pada masa itu, dan kamera ini menjadi alat yang sangat penting dalam merekam karya-karya visual yang berdampak besar bagi perkembangan industri perfilman nasional. Kamera ini tidak hanya mencerminkan perkembangan teknologi, tetapi juga nilai seni dan budaya yang diabadikan melalui medium film.
Tidak dapat disangkal bahwa petualangan ini telah membuka mata kita lebih lebar terhadap kaya dan beragamnya harta karun sejarah komunikasi di Museum Penerangan. Melalui setiap koleksi yang dipamerkan, kita telah memasuki lorong waktu yang membawa kita kembali ke era-era yang berbeda, merasakan semangat dan inovasi yang mendasari perjalanan komunikasi manusia. Dari gendang tradisional Sulawesi hingga alat interkom pertama TVRI, dari studio RRI era 1990-an hingga kamera film yang merekam peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, setiap koleksi memberikan lapisan baru dalam pemahaman kita tentang peran komunikasi dalam membentuk perjalanan budaya, teknologi, dan masyarakat.
Namun, cerita kita belum selesai. Kami mengundang Anda untuk melanjutkan perjalanan menarik ini pada Bagian 3, di mana kita akan menjelajahi koleksi-koleksi lainnya yang akan mengungkapkan lebih banyak lagi tentang perjalanan komunikasi yang telah membentang sepanjang waktu. Sampai jumpa di Bagian 3, di mana kisah harta karun sejarah komunikasi akan terus menghidupkan semangat pengetahuan dan apresiasi kita.