Jalan Braga, sebuah nama yang menggema dalam sejarah Kota Bandung. Sebuah jalan bersejarah yang menjadi wajah kota ini, mengundang banyak wisatawan untuk mengelilingi dan menikmati pesona masa lalu yang terpatri dalam setiap sudutnya. Namun, di balik keindahan itu, tersimpan pula cerita kelam yang melingkupi Jalan Braga pada masa lampau.
Pada awalnya, Jalan Braga adalah sebuah jalan kecil yang sunyi, berjarak jauh dari keriuhan kota. Namun, ketenangan itu ternyata diselimuti oleh bayang-bayang kejahatan jalanan yang meresahkan. Julukan "Jalan Culik" melekat pada Jalan Braga, sebuah gelar yang kini menjadi ikonik. Nama tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan memiliki cerita panjang di baliknya.
Julukan "Jalan Culik" dikaitkan dengan kerawanan tindak kejahatan yang melanda Jalan Braga pada masa lampau. Braga menjadi tempat yang rawan bagi para pelaku kejahatan jalanan. Kisah-kisah kekerasan dan bahkan nyawa manusia tak luput dari korban penyamun saat melintasi jalan ini. Suasana yang gelap dan angker sempat menghiasi kisah Braga pada masa itu.
Tak hanya faktor kriminalitas yang menyelimuti Jalan Braga, namun kondisi semakin memburuk pasca agresi militer. Jalan ini menjadi jalur yang rentan dilewati oleh penduduk setempat dan bahkan warga Belanda. Perubahan nama dari Pedatiweg menjadi Bragaweg kemudian menjadi semacam simbol perubahan era.
Jalan Braga juga memiliki keterkaitan dengan sejarah Jalan Raya Pos atau yang lebih dikenal sebagai Jalan Anyer Panarukan, sebuah jalan yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Deandels pada tahun 1808-1811. Jalan ini menghubungkan berbagai wilayah dan memainkan peran penting dalam mobilitas pada masa itu.
Nama "Braga" sendiri mengandung misteri di baliknya. Beberapa teori mencoba menerangkan asal usul nama ini. Salah satunya, kata "Braga" berasal dari bahasa Sunda "ngabaraga," yang artinya adalah berjalan menyusuri sepanjang sungai. Jalan Braga yang berada dekat Sungai Cikapundung mungkin mendapat julukan ini karena lokasinya yang sejalan dengan sungai. Selain itu, ada pula versi yang mengaitkan "Braga" dengan penggunaan istilah "Braga" dalam bahasa Kirata yang berarti bergaya atau mejeng, menggambarkan atmosfer Braga sebagai tempat untuk bergaya dan bersosialisasi.
Perubahan nama Pedatiweg menjadi Bragaweg bisa jadi juga dipengaruhi oleh kepopuleran Toneelvereeniging Braga, sebuah perkumpulan drama yang berdiri di Braga pada tahun 1882. Perkumpulan ini didirikan oleh Asisten Residen Priangan, Pieter F. Sijthoff, dan telah menjadi bagian dari sejarah Braga yang hidup.
Braga tak hanya mengalami transformasi dalam sejarahnya, tetapi juga menciptakan cerita yang kian menarik untuk dijelajahi. Julukan "Jalan Culik" yang pernah melekat membawa kita pada kilas balik masa ketika kejahatan merajalela. Namun, Braga pun membuktikan bahwa zaman berubah, dan ia telah mengalami perubahan dari jalan angker menjadi simbol keindahan dan tempat bergaya di tengah Kota Bandung.