Dodol, hidangan tradisional yang berasal dari Jawa Timur, akan menjadi pusat perhatian dalam artikel ini. Mari kita eksplorasi lebih lanjut mengenai kuliner yang kaya akan rasa dan sejarahnya.
Dodol adalah sebuah makanan tradisional yang terbuat dari campuran tepung ketan, santan kelapa, dan gula merah, seringkali dicampur dengan buah-buahan seperti durian atau sirsak, lalu dibungkus menggunakan daun jagung, kertas, atau wadah lainnya. Asal usul dodol ini dapat ditelusuri hingga Ponorogo, Jawa Timur, dan sering kali dikenal dengan sebutan jenang dodol atau jenang di beberapa tempat. Dodol termasuk dalam kelompok makanan padat yang biasanya dihidangkan sebagai pencuci mulut.
Variasi rasa dodol dapat dihasilkan dengan menambahkan bahan-bahan tambahan tertentu, dan di berbagai daerah, dodol dengan campuran buah-buahan tertentu mendapat nama khusus. Misalnya, dodol dengan campuran durian dikenal sebagai dodol durian atau populer dengan sebutan lempok, sementara dodol yang dicampur dengan sirsak disebut dodol sirsak. Selain itu, ada juga dodol dengan campuran nangka yang disebut dodol nangka, dan yang mengandung jahe dikenal sebagai dodol jahe.
Indonesia memiliki beberapa daerah yang terkenal dengan dodolnya, seperti Dodol Garut, Dodol Ponorogo, Dodol Semarang, Dodol Solo, Dodol Yogyakarta, dan Dodol Kandangan di Kalimantan Selatan.
Proses pembuatan dodol yang berkualitas tinggi memerlukan waktu yang cukup lama dan keahlian khusus. Di beberapa daerah, dodol hanya diproduksi atau dihidangkan pada waktu-waktu tertentu, seperti saat perayaan Lebaran di Betawi, perayaan Sekaten di Yogyakarta dan Solo, serta acara-acara khusus lainnya.
Tidak hanya populer di Indonesia, dodol saat ini juga mulai diminati oleh konsumen dari negara lain seperti Belanda, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia.
Etimologi
Asal usul kata "dodol" dapat ditelusuri hingga bahasa Jawa, tepatnya dari kata "dodol" dalam bahasa Jawa yang berasal dari bahasa Jawa Kuno "dwadwal" yang dieja sebagai "dodol".
Sejarah
Dodol memiliki sejarah yang terdokumentasi dalam kitab sastra dan beberapa prasasti di Ponorogo, dating kembali ke periode Kerajaan Medang di Bumi Mataram (abad ke-9 dan ke-10). Dalam Kakawin Ramayana yang ditulis pada abad ke-9 pada masa pemerintahan Dyah Balitung, terdapat catatan pada bagian 17.112 dalam bahasa Jawa Kuno yang menyebutkan, "dwadwal anekawarṇa lakĕtan tape paṅisi len," yang artinya "dodol beraneka rupa, ketan, tapai, dan isian lainnya."
Selain itu, Prasasti Gemekan yang ditemukan pada tahun 2022 dan berasal dari tahun 930 M juga mencatat istilah "dodol" dalam bahasa Jawa Kuno. Prasasti ini menyebutkan makanan ringan seperti kurawu, kurima, asam, dan dodol.
Prasasti Sangguran dari periode yang hampir sama (bertanggal 2 Agustus 928) juga mengandung referensi tentang dodol sebagai makanan ringan.
Selanjutnya, dalam masa pasca-Majapahit, naskah Nawaruci (abad ke-17) dan Serat Centhini (ditulis pada abad ke-19 dalam bahasa Jawa Baru) juga menyebutkan dodol sebagai salah satu jenis "amik-amik" atau penganan kecil.
Selain itu, di Sri Lanka, terdapat varian dodol yang dikenal sebagai kalu dodol, yang diduga dibawa oleh masyarakat pedagang Melayu yang menetap di sana sejak masa pra-kolonial.
Cara Pembuatan
Dalam proses pembuatan dodol, bahan-bahan dicampur bersama dalam sebuah kuali besar dan dimasak dengan api sedang. Penting untuk mengawasi dodol selama proses memasak karena jika dibiarkan tanpa pengawasan, dodol dapat terbakar di bagian bawahnya dan membentuk lapisan keras. Oleh karena itu, selama proses pembuatan, campuran dodol harus diaduk secara terus menerus untuk mendapatkan hasil yang baik. Proses memasak dodol memerlukan waktu sekitar 4 jam, dan jika kurang dari itu, dodol mungkin tidak akan memiliki rasa yang optimal. Setelah sekitar 2 jam, campuran dodol biasanya akan berubah menjadi cokelat pekat, mendidih, dan mengeluarkan gelembung-gelembung udara.
Selanjutnya, dodol harus tetap diaduk agar gelembung udara yang terbentuk tidak meluap keluar dari kuali hingga dodol matang dan siap diangkat. Terakhir, dodol harus didinginkan dalam periuk besar. Dodol yang baik memiliki warna coklat tua, berkilat, dan konsistensi yang pekat. Setelah didinginkan, dodol dapat dipotong-potong dan siap untuk dinikmati. Ketika dijual, dodol sering dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan dibungkus dengan kertas minyak atau plastik. Dodol biasanya disajikan kepada tamu pada hari-hari perayaan dan acara khusus.
Varian
Dodol memiliki berbagai varian yang menarik, di antaranya dodol durian, dodol susu, dodol kentang, dodol sirsak, dodol apel malang, dodol nangka, dodol jahe, dodol Garut, dodol Betawi, dodol Kandangan, dan dodol Bali. Setiap varian dodol ini memiliki cita rasa dan keunikan tersendiri yang memikat para pecinta kuliner tradisional.
Demikianlah rangkuman mengenai dodol, sebuah kuliner tradisional yang berasal dari Jawa Timur. Jika Anda ingin mencicipi dodol, Anda dapat mengunjungi penjual dodol di daerah Anda atau mencari berbagai resep dodol untuk mencoba membuatnya sendiri. Sampai jumpa pada artikel kuliner berikutnya!