Angkutan Kota, atau yang sering disebut angkot, adalah salah satu alat transportasi darat yang ikonik di Indonesia. Ini adalah kendaraan umum berukuran kecil yang mengangkut penumpang di dalam kota dengan rute tertentu. Di Kota Palembang, Sumatera Selatan, angkot memiliki sejarah panjang yang mencerminkan perkembangan transportasi perkotaan di kawasan ini.
Pada sebelum tahun 1990, warga Kota Palembang sangat bergantung pada angkot sebagai alat transportasi utama. Pada masa itu, angkutan umum dalam kota masih sangat terbatas, dan beberapa daerah bahkan belum dijangkau oleh moda transportasi umum ini. Rute utama angkot di Palembang saat itu mencakup Lemabang, Bukit Besak, Tanggo Buntung, Kertapati, Plaju, Pakjo, KM 5, dan Sekip.
Sebelum adanya angkot, masyarakat Palembang tempo dulu mengandalkan transportasi sungai, yang pada zaman itu merupakan moda transportasi yang paling populer. Namun, perubahan ke transportasi darat terjadi karena perkembangan geografis kota dan penimbunan sungai-sungai di Palembang, yang menyebabkan penyempitan transportasi sungai.
Sampai akhirnya, setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, muncul transportasi darat yang dikenal dengan sebutan "opelet." Opelet sendiri merupakan singkatan dari merk mobil Opel dan Chevrolet. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa "opelet" adalah istilah untuk mobil yang mengangkut penumpang.
Kemudian, pada awal tahun 1990-an, muncullah istilah "angkot," yang secara resmi digunakan pada tahun 1991 hingga 1992 di Palembang. Meskipun istilah "angkot" lebih akrab di telinga masyarakat saat ini, sebagian orang tua di Palembang masih menggunakan istilah "opelet" yang lebih dikenal dalam sejarah transportasi kota ini.
Pada masa sebelum tahun 1990, setiap angkot sering memiliki nama yang berbeda tergantung pada pemiliknya. Namun, setelah itu, sistem penamaan angkot diubah menjadi menggunakan nomor pada setiap mobil.
Menurut cerita orang tua di Palembang, rute opelet sudah ada sejak tahun 1960, dengan rute dari 16 Ilir ke Bukit, sebelum adanya Jembatan Ampera. Setelah Jembatan Ampera selesai dibangun pada tahun 1965, kawasan di bawahnya dijadikan sebagai terminal opelet dengan berbagai rute.
Mobil angkutan umum pertama kali yang digunakan disebut "mobil ketek" karena mesinnya mirip dengan perahu ketek. Mobil ini juga dihidupkan dengan cara diengkol seperti sepeda motor, bukan dengan starter mesin. Mobil ketek memiliki tiga pintu, dua di bagian depan dan satu di tengah. Penumpang opelet di masa itu duduk berhadapan. Kapasitas penumpangnya lebih dari enam orang, dengan empat orang di belakang dan dua hingga tiga orang di depan.
Rute opelet di Palembang ditetapkan setelah Kemerdekaan RI, dan sebagian besar berjarak sekitar 5 kilometer dari Jembatan Ampera, merujuk pada lokasi pasar seperti Pasar Sekip, Lemabang, Palimo, dan Tanggo Buntung.
Sejarah transportasi kota di Palembang mencerminkan evolusi perkembangan kota itu sendiri. Dari transportasi sungai ke darat, dari "opelet" ke "angkot," setiap tahap menggambarkan bagaimana masyarakat Palembang beradaptasi dengan perubahan dalam kehidupan perkotaan.