Shio Tionghoa: Simbolisme, Pengaruh, dan Kebudayaan di Seputar Konsep Astrologi Dua Belas Hewan

Shio (生肖) adalah konsep penting dalam astrologi Tionghoa yang melibatkan dua belas hewan, mewakili tahun, bulan, dan jam tertentu dalam kalender astrologi tersebut. Meskipun astrologi Tionghoa dipraktikkan secara luas, berbagai budaya yang dipengaruhi oleh tradisi Tionghoa juga memiliki versi tradisi shio, meski beberapa perbedaan kadang-kadang muncul. Sebuah kesalahpahaman umum yang sering muncul adalah bahwa lambang hewan shio hanya ditentukan berdasarkan tahun kelahiran seseorang. Namun, dalam praktiknya, penentuan lambang hewan shio juga melibatkan bulan, hari, dan bahkan jam kelahiran individu.

Sistem shio Tionghoa memiliki dasar yang kompleks dan mewakili aspek tertentu dari kepribadian dan nasib seseorang. Ketika seseorang mencari tahu lambang hewan shio mereka, mereka harus mempertimbangkan banyak faktor, termasuk tahun, bulan, dan jam kelahiran. Dengan demikian, setiap individu memiliki tiga hewan shio yang saling melengkapi dan menentukan karakteristiknya.

Sebagai contoh, jika seseorang lahir di tahun yang diwakili oleh Shio Naga, namun juga dilahirkan pada bulan yang diwakili oleh Shio Kelinci dan jam tertentu yang diwakili oleh Shio Kuda, maka individu tersebut memiliki tiga lambang hewan shio. Ini menciptakan kombinasi yang unik dan memberikan wawasan lebih dalam tentang karakteristik dan nasib seseorang.

Konsep shio adalah bagian integral dari budaya Tionghoa dan memiliki pengaruh yang mendalam pada kehidupan sehari-hari, termasuk dalam perencanaan pernikahan, pemilihan nama, dan bahkan pemilihan waktu yang baik untuk berbagai aktivitas. Meskipun beberapa masyarakat mungkin tidak memiliki hubungan langsung dengan astrologi Tionghoa, pengaruh budaya ini telah menyebar ke berbagai belahan dunia, menjadikannya salah satu aspek penting dari warisan Tionghoa. Dalam praktiknya, penentuan lambang hewan shio yang tepat untuk seseorang adalah langkah yang serius dan sering dilakukan dengan bantuan seorang ahli astrologi Tionghoa. Ini adalah contoh lain dari bagaimana tradisi astrologi dapat menjadi bagian penting dalam budaya dan pandangan dunia suatu masyarakat.

Etimologi

Istilah "shio" yang digunakan dalam bahasa Indonesia berasal dari lafal dalam dialek Hokkian, yaitu "sheshio" (Hanzi: 生肖, pinyin: shengxiao). Dialek Hokkian merupakan salah satu dialek Tionghoa yang umumnya digunakan di Indonesia. Shio atau shengxiao merujuk pada lambang-lambang hewan yang digunakan dalam astrologi Tionghoa untuk mewakili tahun kelahiran dan memiliki pengaruh terhadap kepribadian seseorang. Penggunaan istilah shio dalam bahasa Indonesia mencerminkan pengaruh dan adopsi budaya Tionghoa dalam masyarakat Indonesia serta pengejaan dan pelafalan yang disesuaikan dengan dialek yang digunakan. Shio telah menjadi bagian penting dalam budaya dan tradisi Indonesia, dan penggunaannya merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pemilihan nama, pernikahan, dan penentuan waktu yang baik untuk berbagai aktivitas.

Lambang

Dalam tradisi astrologi Tionghoa, lambang hewan shio dimulai dari lambang hewan tikus dan terdiri dari dua belas hewan yang mewakili tahun-tahun tertentu. Setiap lambang hewan shio memiliki kaitannya dengan salah satu dari lima elemen alam, yaitu Kayu, Api, Tanah, Logam, dan Air. Lambang hewan shio juga terkait dengan konsep Yin dan Yang serta Trimurti. Tradisi ini memberikan karakteristik khusus untuk setiap lambang hewan, dan elemen serta sifat tertentu dihubungkan dengan setiap lambang. 

Salah satu kesalahpahaman umum adalah anggapan bahwa lambang hewan shio hanya ditentukan berdasarkan tahun kelahiran. Namun, penetapan lambang hewan shio juga memperhitungkan bulan (disebut "binatang dalam"), hari (disebut "binatang sejati"), dan jam (disebut "binatang rahasia") kelahiran seseorang. Artinya, seseorang yang memiliki lambang hewan shio tertentu berdasarkan tahun kelahiran mereka juga dapat memiliki lambang lain berdasarkan bulan kelahiran. Sehingga, dalam astrologi Tionghoa, ada banyak lapisan dalam penentuan lambang hewan shio seseorang, yang memberikan wawasan lebih dalam mengenai kepribadian dan karakter mereka.

Penanggalan Tionghoa

Tahun

Dalam sistem Empat Pilar Nasib, tahun merupakan salah satu pilar yang membawa informasi penting tentang latar belakang keluarga dan hubungan seseorang dengan masyarakat, termasuk keterkaitan dengan kakek-nenek mereka. Setiap tahun dalam sistem ini diasosiasikan dengan salah satu dari 12 hewan shio yang membentuk satu siklus yang berulang setiap 12 tahun. Konsep 100 tahun dalam astrologi Tionghoa ini didasarkan pada pembulatan 11,85 tahun, yang merupakan periode dari revolusi planet Yupiter mengelilingi matahari. Bersama dengan 10 batang surgawi lainnya, lambang hewan shio yang mewakili 12 cabang bumi membentuk siklus enam puluh tahunan yang disebut dengan istilah "ganzhi" (干支). Siklus ini berperan penting dalam pemahaman astrologi Tionghoa dan memberikan wawasan mendalam tentang nasib dan kepribadian seseorang.

Bulan

Dalam Empat Pilar Nasib, pilar bulan memiliki peran penting dalam memberikan informasi tentang orang tua dan masa kecil seseorang. Banyak praktisi astrologi Tionghoa menganggap pilar bulan sebagai yang paling krusial dalam menentukan kondisi dan keadaan kehidupan dewasa seseorang. Penentuan pilar bulan juga melibatkan lambang hewan shio, yang memiliki peran yang mendalam dalam budaya Tionghoa. Selain berfungsi dalam astrologi, lambang hewan shio juga terkait dengan penanggalan pertanian tradisional Tionghoa. Penanggalan ini mengikuti kalender lunar dan terdiri dari 24 bagian, yang dikenal sebagai jieqi, di mana masing-masing bagian terdiri dari dua pekan. Setiap hewan shio berkaitan dengan dua jieqi tertentu. Penanggalan tradisional ini hanya bervariasi sekitar satu hari setiap tahunnya dalam hubungannya dengan penanggalan Gregorian, dan dimulai pada tanggal 3 atau 4 Februari setiap tahunnya. Tidak seperti siklus penanggalan lunar 60 tahunan yang dimulai dari hewan tikus, penanggalan pertanian tradisional dimulai dari hewan macan sebagai perwakilan pertama dari musim semi.

Hari

Empat Pilar Nasib, yang mencakup tahun, bulan, hari, dan jam kelahiran, adalah alat penting dalam astrologi Tionghoa untuk menentukan lambang hewan shio yang terkait dengan seseorang. Saat digunakan untuk menentukan hewan shio dalam hari kelahiran, terdapat beberapa hewan shio yang berbagi hari yang sama. Ini karena ada hanya tujuh hari dalam seminggu sementara terdapat 12 hewan shio dalam sistem astrologi Tionghoa. Sebagai hasilnya, ada satu hari dalam seminggu yang memiliki lebih dari satu lambang hewan shio yang terkait. Berikut adalah pemaparan hewan shio yang sesuai dengan setiap hari dalam seminggu:

  • Minggu: Monyet
  • Senin: Kambing
  • Selasa: Naga dan Babi
  • Rabu: Kuda dan Ayam
  • Kamis: Tikus
  • Jum'at: Kelinci, Ular, dan Anjing
  • Sabtu: Kerbau dan Macan

Dengan menggunakan Empat Pilar Nasib, seseorang dapat menentukan lambang hewan shio yang mencerminkan hari kelahiran mereka, yang akan menjadi faktor penting dalam astrologi Tionghoa yang lebih mendalam dan pemahaman karakteristik pribadi.

Jam

Dalam astrologi Tionghoa, konsep shio tidak hanya digunakan untuk menentukan karakteristik tahun kelahiran, bulan, dan hari, tetapi juga diterapkan pada tingkat jam dalam sehari. Satu hari dibagi menjadi dua belas bagian yang disebut "shichen" (时辰), masing-masing terdiri dari dua jam. Setiap shichen diwakili oleh salah satu dari dua belas hewan shio. Dengan demikian, setiap shichen memiliki atribut khusus yang dikaitkan dengan lambang hewan shio yang mendominasinya. Waktu shichen dalam zona waktu standar Beijing (UTC+8) adalah sebagai berikut:

  • 23:00 - 01:00: Tikus
  • 01:00 - 03:00: Kerbau
  • 03:00 - 05:00: Macan
  • 05:00 - 07:00: Kelinci
  • 07:00 - 09:00: Naga
  • 09:00 - 11:00: Ular
  • 11:00 - 13:00: Kuda
  • 13:00 - 15:00: Kambing
  • 15:00 - 17:00: Monyet
  • 17:00 - 19:00: Ayam
  • 19:00 - 21:00: Anjing
  • 21:00 - 23:00: Babi

Dengan penerapan shio pada tingkat jam, seseorang dapat memahami pengaruh lambang hewan shio pada berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pengaturan waktu untuk aktivitas tertentu atau kejadian penting.

Legenda

Asal-usul dua belas hewan shio yang terbentuk dalam astrologi Tionghoa memiliki akar dalam legenda dan cerita tradisional yang telah diwariskan selama berabad-abad. Meskipun sulit untuk menelusuri sumber pastinya, berbagai kisah menarik telah beredar seiring waktu, menjadikannya bagian integral dari budaya Tionghoa.

Salah satu legenda terkenal mengisahkan Kaisar Giok, yang memerintahkan bahwa tahun-tahun dalam penanggalan diberi nama berdasarkan hewan-hewan berurutan yang harus menyeberangi sungai untuk mencapai kediamannya. Dalam cerita tersebut, tikus dan kucing, yang tidak dapat berenang, meminta tumpangan pada kerbau yang baik hati. Tikus, bagaimanapun, menjalankan tindakan licik dengan mendorong kucing ke dalam sungai, membuatnya jatuh dan meraih tempat pertama dalam shio. Di legenda lain, kerbau menawarkan tikus tumpangan untuk mendengarkan nyanyiannya. Setelah hampir mencapai tepi sungai, tikus mendorong kucing ke dalam air, mengamankan posisinya sebagai hewan pertama dalam shio. Macan, meski kuat, terseret arus dan tiba pada urutan ketiga.

Legenda ini berlanjut dengan kedatangan kelinci yang melompati batu-batu dan menemukan kayu yang mengapung, membantunya menyeberangi sungai. Naga tiba selanjutnya, setelah mendahului kelinci dengan menghujani sebuah desa dan membantu kelinci dengan napasnya. Cerita melanjutkan dengan tiba-tiba, ular muncul dan menakuti kuda sehingga dia jatuh, menjadikannya hewan keenam dalam shio. Kuda berada di urutan ketujuh. Setelahnya, kambing, monyet, dan ayam tiba bersama-sama. Ayam menemukan rakit, sementara monyet dan kambing membersihkan rumput liar, meraih urutan kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh dalam shio.

Anjing, hewan kesebelas, membuang waktunya bermain air, sementara babi, yang tiba terakhir, makan dan tertidur di tengah perjalanan. Kucing, yang tenggelam dalam peristiwa sebelumnya, tidak diikutsertakan dalam dua belas shio. Beberapa legenda lain juga menjelaskan mengapa kucing selalu memburu tikus, serta legenda di mana Dewa atau Buddha mengundang hewan-hewan dunia untuk sebuah pertemuan dan hanya dua belas hewan yang tiba, yang kemudian diberi nama tahun dalam urutan kedatangan mereka.

Kisah-kisah ini, yang menggambarkan peristiwa kuno dan cerita moral, telah menjadi dasar bagi asal-usul dua belas hewan shio dalam budaya Tionghoa, dan hingga saat ini, shio masih menjadi bagian penting dari keyakinan dan praktik astrologi di seluruh dunia.

Dalam berbagai Budaya

Shio, yang memiliki akar dalam budaya Tionghoa, tidak terbatas pada penggunaannya di Tiongkok. Praktik shio ini juga tersebar di berbagai negara dan budaya di Asia yang terpengaruh oleh tradisi Tionghoa, meskipun dengan perbedaan dalam beberapa binatang yang mewakili shio.

Misalnya, di Korea, shio mirip dengan yang digunakan di Tiongkok, tetapi ada perbedaan penting dalam bahasa. Kata "양" (yang) khususnya mengacu pada domba dalam bahasa Korea, sementara kambing disebut "염소" (yeomso).

Di Jepang, shio juga digunakan, tetapi terdapat perbedaan dalam representasi binatang. Domba (hitsuji) digunakan menggantikan kambing (yagi), dan celeng (inoshishi) menggantikan babi (buta). Jepang merayakan Tahun Baru pada tanggal 1 Januari berdasarkan penanggalan Gregorian.

Di Vietnam, kelinci tidak mewakili hewan keempat dalam shio; sebaliknya, kucing menggantikan posisi tersebut. Dalam budaya Cham, penyu (kra dalam bahasa setempat) menggantikan monyet. Shio Melayu menggunakan kancil menggantikan kelinci dan kura-kura menggantikan babi. Naga terkadang disebut sebagai ular besar, sedangkan hewan keenam disebut sebagai "ular kedua" atau "ular sani."

Thailand mengawali tahun baru pada hari pertama bulan kelima dalam penanggalan lunar Thailand atau pada perayaan Songkran. Di Kazakhstan, siklus tahunan yang mirip digunakan oleh masyarakat Tionghoa, dengan pengecualian bahwa naga digantikan oleh siput.

Ini menunjukkan betapa pengaruh dan fleksibilitas tradisi shio Tionghoa dalam berbagai budaya di seluruh Asia, yang memberikan variasi menarik dalam penyelenggaraannya di berbagai negara tersebut.

Budaya Populer

Manga yang berjudul "Fruits Basket" karya Takaya Natsuki mengisahkan kisah Honda Tohru dan keluarga Soma yang memiliki kemampuan unik, yaitu bisa berubah menjadi hewan dari shio Tionghoa saat mereka merasa sakit, tertekan, atau dipeluk oleh lawan jenis. Manga ini terdiri dari 136 bab, yang kemudian diterbitkan dalam 23 volume tankōbon oleh Hakusensha. Seri ini dimulai pada tanggal 19 Januari 1999 dan berakhir pada 19 Maret 2007. Fruits Basket juga diadaptasi ke dalam bentuk anime dengan total 26 episode, diproduksi oleh Studio Deen, dan tayang perdana di TV Tokyo mulai tanggal 5 Juli 2001 hingga 27 Desember 2001. Pada November 2018, diumumkan bahwa ada adaptasi anime terbaru dari manga ini. Funimation mengonfirmasi bahwa adaptasi terbaru Fruits Basket mulai tayang pada April 2019 dan akan mencakup seluruh cerita manga aslinya.

Selain "Fruits Basket," ada juga anime lain yang menggunakan konsep shio dalam ceritanya. Salah satunya adalah anime asli berjudul "Etotama," yang memanfaatkan dua belas hewan shio sebagai elemen kunci dalam ceritanya.

Share:

Jumlah Pengunjung

Populer